Bahagia, ada pada jiwa yang bisa bersyukur

>> Thursday, May 19, 2005

Sebuah cerita dari seorang kawan...
(Semoga bisa diambil pelajaran, terlepas dari -kafir-nya tokoh didalam cerita ini...)

Pernah membayangkan, bagaimana seseorang menulis buku, bukan dengan tangan atau anggota tubuh lainnya, tetapi dengan kedipan kelopak mata kirinya? Jika Anda mengatakan itu hal yang mustahil untuk dilakukan, tentu saja Anda belum mengenal orang yang bernama Jean-Dominique Bauby. Dia pemimpin redaksi majalah Elle, majalah kebanggaan Prancis.

Betapa mengagumkan tekad dan semangat hidup maupun kemauannya untuk tetap menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan. Setelah tahu apa yang dialami si Jean dalam menempuh hidup ini, pasti Anda akan berpikir, "Berapa pun problem, stress, dan beban hidup kita semua, hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan si Jean!"

Tahun 1995, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh. Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total yang disebutnya seperti "pikiran di dalam botol". Memang ia masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat diperintahnya adalah kelopak mata kirinya. Jadi itulah cara dia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan temannya.

Begini cara Jean menulis buku. Mereka (keluarga, perawat, dan teman-temannya) menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya. "Bukan main," kata Anda.

Ya, itu juga reaksi semua yang membaca kisahnya. Buat kita, kegiatan menulis mungkin sepele dan menjadi hal yang biasa. Namun, kalau kita disuruh -menulis- dengan cara si Jean, barang kali kita harus menangis dulu berhari-hari dan bukan buku yang jadi, tapi mungkin meminta ampun untuk tidak disuruh melakukan apa yang dilakukan Jean dalam pembuatan bukunya.

Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, "Le Scaphandre et le Papillon" (The Bubble and the Butterfly).

Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun untuk menelan ludah pun, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut kita teladani adalah bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik dan tetap menjadi seorang manusia (bahasa Sansekerta yang berarti: pikiran yang terkendali), bahkan bersedia berperan langsung dalam film yang mengisahkan dirinya.

Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan kita yang hidup tanpa punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu mengeluh!

Maka, betapapun kacaunya keadaan kita saat ini, bagi yang sedang stres berat, yang sedang berkelahi baik dengan diri sendiri maupun melawan orang lain, atau anggota keluarga yang sedang tidak bahagia karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi, yang baru mendapat musibah kecelakaan atau bencana, bagi yang sedang di-PHK, ingatlah kita masih bisa menelan ludah, masih bisa makan dan menggerakkan anggota tubuh lainnya. Maka bersyukurlah, dan berbahagialah!

Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi, tapi bijaksanalah untuk bisa selalu think and thank (berpikir kemudian bersyukur).

0 comments:

Post a Comment

  © Blogger template by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP