Singapore-Dresden
>> Thursday, April 13, 2006
Pengalaman pertama pergi ke tempat yang jauh, saya sama sekali tidak punya bayangan akan bagaimana dan seperti apa disana. Berbekal persiapan yang seaadanya dan agak buru2, saya diantar oleh suami akhirnya berangkat ke Dresden, sebuah kota kecil di bagian timur Germany.
Hari2 menjelang berangkat dilalui dengan biasa saja, tidak ada excitement2 yang tadinya saya pikir akan saya rasakan. Justru rasa sedih, berat, dan takut mendominasi. Apa boleh buat, keputusan sudah diambil, maka tidak mungkin saya mundur karena ini menyangkut kepentingan banyak pihak. Bismillah, insya Allah ini tidak akan lama.
Kami naik Qantas jurusan Singapore-Frankfurt lewat Changi airport dengan penerbangan pukul 23.00. Agak cemas juga sewaktu check-in karena luggage kami banyak (logistik untuk 3 bulan, sampe2 bawa beras segala). Dan ternyata benar, dari jatah 40 kg untuk 2 org, barang kami kelebihan 10 kg. Tapi alhamdulillah, mbak di counternya baik, akhirnya kami tidak diharuskan membayar kelebihannya. Tapi, ketika sampe ke masalah tempat duduk, mbaknya bilang bahwa kami tidak bisa duduk bersebelahan karena pesawat boing 747 yang muat 500 penumpang itu sudah penuh. Katanya ini bukan karena kami check-in nya mepet, tapi memang pesawat ini adalah transitan dari Sydney. Hiks cemas, membayangkan duduk dipesawat 13 jam bukan disamping suami, ngga asik banget deh.
Setelah makan malam, kamipun masuk ke gatenya. Alhamdulillah pemeriksaan imigrasi lancar. Begitu sampai di dalam ruang tunggu, weleh, ternyata memang benar, banyak buanget penumpangnya. Sampe pada duduk lesehan. Suami berkali2 menenangkan, seolah2 yakin kalo nanti kami bakal bisa duduk bersebelahan. Dan ternyata benar, bapak2 di sebelah saya mau tukeran dengan suami. Hehe, alhamdulillah lega.
Sejam-2 jam terbang masih bisa dilalui dengan baik sampai pramugari menyuguhkan makan malam. Sejam setelah makan malam mulai merasa bosan dan pegel2. Bolak balik miring kiri, miring kanan, geleng kiri-kanan, lumayan bisa menghilangkan pegel. Jam ke 4, mencoba tidur, merem, wah susah, malah ngga ngantuk, tapi kembung. Mungkin karena terlalu lama duduk, angin didalam ngga bisa keluar. Ok akhirnya jalan2 didalam pesawat, ke toilet, liat2 org, cukup membantu. Dan akhirnya bisa tertidur. Ya walaupun tidak terlalu nyenyak dan nyaman, lumayan lah. Terbangun sudah jam ke 8, waaa masih 5 jam lagi. Biasa terbang Changi-Adi Sumarmo cuma 2 jam, ini 13 jam, benar2 perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Alhamdulillah pukul 6 pagi waktu Jerman, kami sampai di Frankfurt dengan disambut dinginnya cuaca yang begitu menggigit. Saking dinginnya sampai2 kalau kita bicara keluar asap (kaya di film2 itu lho, hehe). Menurut laporan di pesawat suhunya 5 derajat C. Baru kali ini merasakan suhu serendah ini, benar2 sampai masuk ketulang dinginnya. AC di lab yang biasa diset 22-23 derajat C saja sudah terlalu dingin buat saya.
Walau sudah sampai di Jerman, perjalanan kami blm selesai, masihlah panjang, 5 jam lagi menuju Dresden menggunakan kereta. Setelah 1 jam lebih menunggu kereta sambil menggigil, akhirnya dateng juga keretanya. Alhamdulillah didalam kereta jauh lebih hangat dan nyaman.
Sepanjang perjalanan di kereta, kami menikmati pemandangan yang memang beda dengan apa yang biasa kita lihat di Asia. Bentuk rumah, tata kota, perkebunannya, jenis2 pohon, dan yang jelas orang2nya, lain. Di kereta kami sempat membuka bekal makanan kami, biskuit dan mie cup, karena memang benar bahwa hawa dingin membuat kita cepat lapar, apalagi buat saya yang sedang ada dedeknya di peyut (hehe, alesan).
Sampai di Dresden sudah jam 2 siang. Yang tadinya janjian akan dijemput oleh seorang teman, pak Zul, karena kami turunnya kecepetan 1 stasiun (yang seharusnya di Dresden Hauptbanhof, kami turun di Dresden Neustadt banhof, sama2 ada Dresden and banhof-nya, jadi bingung) akhirnya ngga ketemu sama pak Zul. Komunikasi dengan pak Zul ini pun sulit, karena kami belum punya no hp Jerman dan entah kenapa ketika kami telpon beliau lewat telpon umum tidak diangkat, mungkin sedang disilent. Akhirnya setelah berkali2 berusaha menghubungi beliau tidak bisa, kamipun naik taxy menuju tempat yang sudah dibook untuk akomodasi kami di dresden. Dari sinilah pengalaman kami yg agak2 menyedihkan (huhuhu) bermula.
Begitu sampai di hall office-nya, terkaget2 lah kami karena si hall officernya seperti tidak tau menahu akan kedatangan kami dan anehnya data saya tidak ada dalam daftar mereka. Yang paling parah adalah mereka tidak bisa berbahasa Inggris. Jadi susah diajak berkomunikasi. Merekapun menelpon temannya yang selama ini berkorespondensi dengan saya, mrs Paul namanya. Hoho ternyata dia sedang tidak masuk kantor. Akhirnya kami disuruh ke kantor lain menghubungi temennya mrs Paul ini. Waduh baru pertama di Dresden, blm tau jalan, masih schock, malah dilempar2 gini. Mana koper segabruk2. Ditawarin disuruh naik bus ke kantor satunya, walah mbokdhe bisa nyasar ngga jelas kemana nanti kalo kita naik bus, udah saya minta dipesenin taxy aja, kata saya. 5 menit kemudian taxy datang dan akhirnya membawa kami ke kantor yang dimaksud yang ternyata lumayan jauh dari tempat pertama tadi. Untunggg aja ngga nurut naik bus, bener2 bisa ilang.
Sesampainya dikantor tsb, alhamdulillah mereka punya data saya, tapi masalah masih blm selesai, mereka meminta kontrak asli yang katanya sudah dikirim ke perusahaan tempat saya nantinya akan bekerja. Lah ya mana saya tau, saya tidak pernah menerima info apapun sehubungan dgn kontrak, baik dari pihak hall ataupun pihak perusahaan. Wah kacaw. Tanpa kontrak, mereka tidak bisa memberikan kunci rumahnya. Doweng
Ok so mau ngga mau kami harus ke perusahaan saat itu juga dan mengambil kontrak itu lalu balik lagi ke kantor tsb untuk meminta kunci. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30. Cemas, office hour cuma sampe jam 17.00. So hrs cepet. Orang hallnya nanya apa kamu tau jalan ke perusahaan? Kami jawab aja kalau kami akan naik taxy.
Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu taxy di pinggir jalan didepan kantor tadi. 15 menit, 30 menit, 45 menit, tiada taxy lewat. Makin menggigil dan ga karu2an rasanya badan kami. Waduh masak ngga ada taxy lewat sama sekali, jam 16.30, oh noooo masih ngga ada taxy juga. Suami sudah bolak balik ke jalan yang lebih besar, dan memang ngga ada satu taxy pun yang lewat. Sampai pucat dan ngga bisa ngomong saking dinginnya suami saya, duh kasian. 'Tunggu bentar ya, mas jalan lagi ke depan situ siapa tau nemu telpon umum,' katanya. 10 menit kemudian, suami saya muncul lagi dengan senyum kaku (senyum aja susah saking kakunya wajah), 'Alhamdulillah berhasil nelpon pak Zul, insya Allah bentar lagi beliau sampe sini jemput kita,' katanya. Almahdulillah ya wes, akhirnya kami memutuskan untuk tidak memaksakan diri mengambil kontrak ke perusahaan sore itu. 'Kita di tempat pak Zul dulu aja ya, tenangin pikiran, istirahat, trus baru besok kita ambil kontraknya,' kata suami. Ok.
Alhamdulillah setelah 30an menit kami menunggu akhirnya pak Zul datang juga. Lega. Ada orang yang akhirnya bisa kita ajak komunikasi. 'Wah disini memang ngga bakalan ada taxy kosong lewat mas, kalopun ada, dia ngga bakal mau berhenti. Kalau mau taxy harus ke pangkalannya atau telpon,' kata pak Zul. Walah walah pantesan ditunggu sampe beku juga ngga bakalan dapet taxy. 'Ok deh, kalo gitu sekarang kita ke tempat saya dulu, nanti dipikirkan gimana langkah selanjutnya,' kata pak Zul setelah kita jelaskan kronologis masalahnya.
Perjalanan ke tempat pak Zul ditempuh dengan jalan kaki agak jauh kira2 15menit menuju trem stop, trus naik trem kira2 10 menit, lalu pindah trem 10 menit lagi, trus jalan kaki lagi. Benar2 hari yang heboh nian. Badan ngga karuan, pikiran dan hati juga ngga karuan.
Sesampainya di tempat pak Zul, beliau menawarkan suami untuk menginap bersama pak Zul (karena beliau tinggal di single room) dan saya dititipkan di kamar seorang akhwat yang kuliah disini. Tetapi karena pertimbangan satu dan lain hal akhirnya kami minta dicarikan hotel yang murah saja. Dah akhirnyapun kami terdampar di sebuah hotel di malam pertama di Dresden.
Sampai hotel langsung terkapar, benar2 terkapar.
Dresden-April 2006
0 comments:
Post a Comment