Yuk Pulang
>> Wednesday, April 23, 2008
Tinggal di negara kafir merupakan bahaya besar terhadap agama, akhlak, moral dan adab seorang muslim. Ada banyak penyimpangan dari orang-orang yang tinggal di negri kafir, mereka kembali dalam keadaan fasik, bahkan ada yang murtad, keluar dari agamanya dan menjadi kufur terhadap Islam, na'udzu billah.
Bagaimana dengan tinggal di Singapur?
Suatu waktu ada seorang ukthi bilang, 'Iya, saya tau kalau sebaiknya kita berhijrah ke negri Muslim, tapi... saya tidak melihat ada yang salah dengan tinggal di Singapur. Toh, saya masih bisa menunjukkan ke-islam-an saya dan masih bisa leluasa beribadah. Apalagi Singapur jauh lebih aman daripada Indonesia, juga dengan segala fasilitas2 nya yang sangat memudahkan. Jadi saya tidak melihat adanya mudhorot untuk tetap tinggal di sini dalam waktu lama.'
Saya sendiri juga sempat punya pikiran seperti itu. Yaa kalo dipikir2, apa sih salahnya tetap tinggal di sini... apalagi sekarang makin banyak majelis2 ilmu di adakan di Singapur, ngaji bukan halangan lagi.
Bagaimana dengan masalah godaan mata? iya sih, hal ini memang menjadi godaan besar tinggal di Singapur, terlebih untuk kaum pria, secara orang2 di sini suka sekali berpakaian tapi telanjang. Tapi kan ini tergantung kitanya, kalau kita bisa menjaga mata, insya Allah selamat lah... toh di Indonesia juga godaan seperti ini semakin marak.
Lalu bagaimana dengan masalah ikhtilath... hmm iya, memang tidak bisa dihindari di Singapur. Tapi kalau dipikir2, ikhtilath dengan non muhrim yang bukan muslim kok rasanya lebih sedikit ya godaannya karena perasaan kita netral, seperti netralnya 'ikhwan' terhadap 'cewe' (bukan 'akhwat'), bukan tipe kita gitu...
Dan berbagai pembenaran2 yang lain...
Rasanya fatwa ulama mengenai syarat2 tinggal di negri kafir malah dijadikan legalisasi untuk menunda2 berhijrah. Astaghfirullah...
Alhamdulillah... ada seorang ukhti lain yang mengingatkan bahwa bisa saja segala kemudahan yang kita dapat di Singapur ini justru akan melalaikan kita. Membuat hati menjadi semakin jauh dari lembut karena biasa termanjakan oleh fasilitas, seolah hidup ini mudah. Dan kemudahan tidak lah ekuivalen dengan kebaikan... belum tentu yang mudah itu baik.
Suami juga mengingatkan bahwa keadaan bangsa yang tidak semapan di sini justru akan menjadi tantangan yang jika diniatkan ibadah akan berpahala. Selain itu harus juga diingat bahwa ada perintah2 syariat penting yang tidak bisa dikerjakan di Singapur. Seperti perintah wajib untuk sholat berjamaah. Di Indonesia mah... subhanallah, bisa dengar adzan setiap masuk waktu sholat, bisa dengan mudah sholat berjamaah di masjid, dll.
Betapa hati ini rindu ingin berada ditengah2 para ikhwah setiap kali mendengarkan dauroh live lewat radio. Rasa kebersamaan, rasa damai ditengah2 saudara sesama muslim, lecutan2 pemberi semangat, itu yang tidak bisa didapat di sini, kata suami.
Belum lagi masalah riba, masalah insurance, dan syubhat2 lain yang tidak bisa dielakkan jika kita tetap tinggal di Singapur.
(Oh iya ya benar juga, batin saya. Selama ini pandangan saya sempit, saya cuma melihat dari diri saya sendiri...)
Tekad ingin cepat pulang semakin bulat dengan mempertimbangkan pendidikan anak2 nanti. Si Ayah mencita-citakan Khansa dan adik2 bisa sekolah di sekolah bermanhaj yang lurus, biar lengkap pendidikan aqidah, akhlaq, bhs arab, hafalan quran, hadist, juga pendidikan umumnya... amin.
Dalam sebuah hadits shahih dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam disebutkan, bahwa barangsiapa mencintai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka: "Seseorang itu bersama orang yang dicintainya." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Yuk Mas, cepet pulang...
0 comments:
Post a Comment